Rabu, 19 September 2018

Perjuangan Sarjiwo Merintis BUDIDAYA SORGUM Beromset Rp 67,5 juta

Senyum tersungging di wajah Sarjiyo dan rekan-rekan anggota Kelompok Tani Bismo. Mereka baru memanen sorgum di lahan bersama seluas 5 ha. Harap maklum, mereka memperoleh 45 ton sorgum dan 5 ha lahan. Itu setara 9 ton sorgum per ha. Umumnya, sehektar tanaman Sorghum bicolor itu hanya menghasilkan 3 ton bulir. Dengan harga jual Rp l.500 per kg, omset Sarjiyo dan rekan-rekan Rp 67,5- juta Hasil itu sekaligus membungkam komentar miring yang terlontar dan rekan dan beberapa petugas dan dinas setempat. Maklum, penanaman setahun sebelumnya gagal total. Saat itu, petani menanam sorgum di lahan 20 ha yang terletak 5 km dan lahan Sarjiyo. 

Penanaman yang didampingi Dinas Pertanian Kabupaten Bantul itu gagal panen lantaran petani tidak memahami pedoman budidaya tanaman kerabat tebu itu. Penanaman yang didampingi dinas saja gagal, apalagi penanaman mandiri oleh petani,” tutur Sarjiyo menirukan cemoohan yang ia terima ketika mulai menanam sorgum. Untunglah, Sarjiyo memilih menutup telinga dan fokus pada budidaya sorgum. 

Pupuk 
Mengapa Sarjiyo bersikeras menanam sorgum? Perawatan mudah, irit pupuk dan air, dan sekali tanam bisa panen berkali-kali,” kata petani di Bantul, Yogjakarta. Sarjiyo dan rekan tidak sendiri menanam sorgum. “Saat ini daerah kami menjadi tempat percobaan pengembangan sorgum,” katanya. Namun, petani rata-rata hanya mampu memanen 3 ton per ha. Kegagalan itu tidak membuat Sarjiyo dan rekan kapok Pada pertengahan 2013, mereka menanam lagi dengan bimbingan lembaga swadaya masyarakat Sorgum Agro Riset clan Inovasi (SARI). Untuk meningkatkan produksi, kami mngubah cara tanam” kata Sunadi, teknisi budidaya sorgum SARI. Mereka menananam sorgum rapat dengan pola jajar legowo alias jarwo. Dua baris tanaman berjarak 20 antar baris. Setiap 2 baris terpisah interval 60 cm. 
Sebelum tanam, mereka membersihkan lahan dengan menyemprotkan 10 liter herbisida lalu membenamkan 25 ton pupuk kandang untuk 5 ha lahan. Selang sepekan, mereka menugal tanah untuk lubang tanam sedalam 5-10 cm lalu memasukkan 3-4 benih sorgum per lubang. Tujuannya utnuk menekan kematian bibit sekaligus mengendalikan pertumbuhan gulma,” kata Sarjiyo. Dengan cara tu, mereka memerlukan 50 kg benih untuk 5 ha lahan. 

Ketika tanaman berumur 20 hari setelah tanam (hst). mereka mengocorkan 1 ton pupuk campuran Urea dan Phonska dengan rasio 11. Selang 10 hari, yaitu pada 30 hst, mereka melakukan penjarangan. 

Pada 45 hst, Sarjiyo kembali memupuk dengan campuran dan dosis sama, tetapi kali ini aplikasinya dengan cara ditebar. Untuk mengendalikan serangan burung, mereka memasang boneka pengusir burung dan melakukan piket harian sejak pagi hingga sore. 

Pada 60—70 hst, bulir-bulir sorgum mulai bermunculan, Sorgum siap panen saat berumur 90 hst. Menurut Sarjiyo biaya pemberantasan gulma Rp 700.000, sedangkan pupuk kandang Rp 10- juta. Biaya pemupukan 1 dan 2 masing-masing Rp 2- juta, sementara biaya pengairan mencapai Rp 4- juta. Plus tenaga kerja dan sewa lahan, biaya total mencapai Rp 60- juta untuk 5 ha lahan. Artinya dalam 90 hari, mereka memperoleh margin Rp 7,5- juta untuk 5 ha lahan atau Rp 2,5-juta per ha. 

Laba mereka sebetulnya lebih besar jika panen tepat waktu pada umur 90 hari. Sayang, karena menanti kunjungan seorang pejabat ibu kota-yang akhirnya gagal berkunjung hingga panen ditunda sebulan hingga 120 hst Kualitas bulir pun anjlok sehingga harganya Rp l.500. Kalau panen tepat waktu, kami bisa memperoleh harga lebih tinggi, Rp 2.500 per kg,” kata Sanjiyo. Potensi penghasilan yang raib akibat penundaan itu mencapai Rp 9- juta alias Rp 1,2- juta per ha. Sejatinya Sanjiyo dan rekan-rekan bisa meraup laba Rp 3,7 per ha dalam 90 hari. 

Optimal 
Perekayasa madya bahan bakar nabati, Pusat Teknologi Pengembangan Sumber Daya Energi, Serpong, Dr In Anif Yudiarto, menuturkan selama ini cara tanam jajar legowo banyak digunakan oleh petani padi untuk meningkatkan produksi hingga 3-4 kali lipat. Logikanya rencana itu pun bisa diterapkan pada songum. Populasi tanaman banyak, jadi produksi meningkat,” katanya. Dengan jajar legowo populasi menjadi 200.000. 


Adapun pada penanaman konvensional populasi hanya 35.700. Pada jajar legowo tanaman mendapat sinar matahari secara merata sehingga proses fotosintesis sempurna. Efek lain, penyeapan pupuk dan air oleh tanaman pun Iebih optimal. Keruan saja produktivitas meningkat Menurut Arif, sorgum dapat dinianfaatkan mulai dari biji, daun, hingga batang. Sayang, masyarakat belum begitu mengenal sorgum sehingga harga songum di pasar masih rendah dibanding padi atau jagung Oleh karena itu dibutuhkan berbagai upaya untuk mengenalkan sorgum dengan berbagai keunggulannya pada rnasyarakat, kata Arif, Harapannya tentu untuk menambah nilai jual songum. (Andan Titisari)

SHARE THIS

Author:

Mari berbagi pengetahuan penting dan unik lainnya yang ada dibumi ini.

0 komentar: