Pulang bekerja, Muhammad Rafi belum bisa bersantai. Pengusaha boga di Provinsi Riau itu mempunyai tugas baru, yakni merawat 100 pohon jambu madu yang kini berumur 2 tahun. Rafi menanam jambu deli di pot berjarak tanam 3 m x 3 m di lahan 2.000 m2. Alumnus Sekolah Tinggi Teknologi Nasional itu memetik rata-rata 5—10 kg per hari dan ke-100 tanaman produktif. Panen tu berlangsung setiap hari hampir sepanjang tahun.
Pekebun di Sepakat kulim, Kota Pekanbaru, itu meraup omzet minimal Rp 6-juta per bulan. Harga jual di tingkat pekebun di Pekanbaru memang aduhai, Rp 40.000 per kg. Rafi tidak kesulitan menjual buah karena pengepul datang langsung ke kebun membawa rupiah. Permintaan mereka 100 kg per hari, tetapi Rafi baru memenuhi 5—10 kg per hari. Pengepul menjual buah ke kedai kedai buah di Pekanbaru. Menurut Rafi pasar mencari jambu madu karena bercitarasa lezat, manis, gurih, dan renyah. Keruan saja omzet pekebun itu bakal kian membubung. Pendapatan gemilang itu buah keputusan Rafi pada 2012 untuk menanam jambu deli. “Saya tertarik menanam jambu madu karena rasanya manis dan gurih, dan cepat berbuah. Pada umur 6—10 bulan, tanaman belajar berbuah,” kata ayah 2 anak itu.
Tingkat kemanisan jambu madu deli 12,4° briks. Jambu air jenis citra yang lebih dahulu populer 12°briks. Muhammad Rafi tak sendiri mencecap manisnya berkebun jambu madu. Pekebun di Stabat, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara, Shodikin, juga mengebunkan 600 pohon di pot alias tabulampot. Pekebun sejak 2008 itu menuai rata-rata 30 kg buah per hari dalam sekali panen yang memberikan omzet total Rp 840.000. Itu dengan asumsi harga Rp28.000 per kg. Pohon pohon di kebun Shodikin yang berumur 6 tahun itu menghasilkan buah berukuran sedang, satu kg terdiri atas 8—10 buah. Kualitas A terdiri atas 5—6 buah per kg Kedua pekebun itu mampu menghasilkan buah bermutu antara lain dengan pemupukan serta penjarangan dan pembungkusan buah.
Jambu air yang dikebunkan Muhammad Rafi dan Shodikin itu populer dengan nama madu deli hijau. Namanya menyiratkan citarasa manis bagai madu dan berwarna hijau. lnilah jambu air yang digadang gadang punya sejumlah keunggulan sehingga cocok untuk dikebunkan secara komersial maupun sebagai tanaman hobi. Menurut ahli buah dan Institut Pertanian Bogor, Sobir PhD, keunggulan jambu madu pada daging buah yang renyah dan manis yang pas. Kandungan air rendah sehingga tahan lebih lama disimpan. Kelemahannya, warnanya yang hijau kurang atraktif dibandingkan dengan citra, cincalo, dan king rose yang berwarna merah dan merah muda. Namun. menurut pakar buah di Bogor, Jawa Barat, Dr Ir Mohamad Reza Tirtawinata MS, justru kulitnya yang hijau itulah yang membuat jambu madu amat manis. Apalagi semakin tebal daging berwarna hijau, rasanya akan semakin manis, “Kulit hijau itu turut berfotosintesis sehingga ikut menghasilkan gula,” kata doktor alumnus Institut Pertanian Bogor itu.
Pekebun dan penangkar buah di Binjai, Sumatera Utara, Sunardi menyebut jambu deli híjau layak dikembangkan karena memiliki 3 ter. Termanis, termudah berbuah, dan terlebat buahnya. Itu hasil penelitian di lapang terhadap 17 jenis jambu air selama 10 tahun. Jambu unggul itu sejatinya pendatang dari Taiwan. Menurut penangkar bibit buah di Medan, Sumatera Utara. Asih, jambu deli masuk ke Medan pada 1994. Tetangganya di Deli Tua mendatangkan bibit asal Taiwan yang batangnya berdiameter 20—30 cm. Pemilik pohon memberikan satu bibit kepada Asih yang kemudian menanam di pot Tujuh bulan kemudian jambu itu berbunga dan berbuah lebat. Rasanya amat manis seperti bermadu hingga muncul embel-embel madu. Sebagai penangkar bibit, naluri bisnisnya tergerak untuk memperbanyak bibit dengan cangkok dan setek. Sementara itu di Binjai, Sumatera Utara, Sunardi juga memperoleh bibit Di tangannyalah kemudian jambu madu itu berkembang pesat di seantero Sumatera Utara.
Pekebun jambu madu kini tersebar di Kabupaten Serdang bedagai, Medan, Binjai, Langkat, dan Deliserdang—sohor sebagai Kesultanan Deli. Sunardi yang membentuk kelompok tani Mulya Tani kini beranggota 36 pekebun itu mendaftarkan jambu itu ke Kementerian Pertanian sebagai jambu air varietas unggul. Kementerian merilis jambu itu dengan nama deli hijau. Kata deli mengacu pada sentra penanaman, yakni Kesultanan Deli tempo dulu. Kini bibit deli bukan hanya terkonsentrasi di Sumatera Utara. Beberapa pekebun di Bogor, Jawa Barat, Sleman, Yogjakarta, dan Pekanbaru, Riau juga membudidayakan jambu deli hijau.
Pekebun di Bogor, Rudi Puiwadi, menanam 100 tabulampot madu hijau pada awal 2014. Adapun di Banguntapan, Yogyakarta, Mukriyanto mengebunkan 160 deli hijau dalam polibag besar 75 liter. Mukriyanto mendatangkan bibit dari Medan. Ia berencana memperluas penanaman hingga 600—1.000 bibit lagi di dekat kebun pertama. Menurut Sunardi jambu air adaptif di berbagai daerah di Indonesia. Di Demak, Jawa Tengah, misalnya berkembang citra di Bulungan, Kalimantan Utara, king rose.
Hitung-hitungan Sunardi, dengan populasi 200 tanaman, maka produktivitas jambu madu optimal mulai umur 4 tahun, yakni 30 kg per pohon per panen. Dengan harga jual minimal Rp25.000 per kg omzet pekebun mencapai Rp38- juta sekali panen.
Permintaan tinggi
Para pekebun itu tertarik mengebunkan jambu niadu lantaran permintaan tinggi. Pukul 06.00 tadi dua agen buah datang minta buah.” kata Shodikin. Keduanya minta berapa pun yang diproduksi Shodikin. Padahal, ayah dua putri itu juga mempunyai pelanggan di Binjai. Bahkan seorang eksportir di Tanjung morawa, Medan, minta pasokan rutin 1.000—2.000 kg per bulan. Shodikin mengatakan permintaan buah jambu madu tidak pernah surut, meski pekebunnya semakin banyak. Para pekebun seperti Sunardi Suherman dan Sugiyanto di Binjal dan Eriksen (Deli serdang) kewalahan memenuhi tingginya permintaan.
Sunardi dan kelompoknya hanya sanggup menyediakan 30—70 kg buah per hari. Itu pun habis dalam beberapa jam. Padahal permintaan mencapai 500 kg per hari. Sementara Eriksen terpaksa menghentikan pengiriman ke Jakarta lantaran kian sulit mendapat buah. Pada 2012 ia rutin mengirim 20—50 kg ke Jakarta setiap hari.
Adapun permintaan yang diterimanya di Deliserdang dan sekitarnya mencapai 200 kg per hari, la bermitra dengan 10 pekebun demi memenuhi permintaan ¡tu. Tetap saja pemintaan terus meroket dari pada produksi. ltulah sebabnya pada 2013, Eriksen membuka 2 kebun—total berpopulasl 350 pohon. la berencana memperluas penanaman.
Kadar kemanisan citma 12° briks Menurut mantan pemasar buah di Jakarta, Lioe Nita, buah jambu air akan terserap pasar asal jenisnya bagus. Oleh karena itu sejumlah pekebun menekuni penanaman jambu air. Sebut saja JK Soetanto yang mengebunkan citra di Subang, Jawa Barat, dan Budi Dharmawan yang mengembangkan citra di Kendal, Jawa Tengah. Di mancanegara seperti Thailand dan Taiwan jambu air malah menjadi komoditas ekspor yang dikembangkan di kebun-kebun komersial. Kini pekebun melirik jambu madu, si hijau yang bercitarasa manis.
Meski demikian bukan berarti mengebunkan madu hijau tanpa aral. Beragam hambatan seperti serangan lalat buah atau kadar kemanisan yang rendah mengadang pekebun mewujudkan impian meraih laba. Ketersediaan air di lahan juga menjadi hambatan. Shodikin pernah rugi besar lantaran kemarau panjang Ratusan tanamannya merana. Begitu juga Eriksen yang menuruti permintaan anaknya berlibur, sehingga tidak ada yang menyiram tanamannya. Akibatnya, saat pulang berlibur 5 hari kemudian, daun-daun jambu berguguran hingga 20%. Akibatnya, buah pun kepanasan sehingga warna hijau pudar.
Jika semua hambatan terlampaui, pekebun bakal meraih laba besar seperi Ahsanil Osman, pekebun di Stabat, yang rutin memasok 20—30 kg per hari. ltu hasil panen dan 200 pohon jambu madu produktif dan 1.000 pot yang tersebar di lahan 1 hektar. Omzet pekebun sejak 2012 itu mencapai Rp 600.000— Rp900.000 per hari. Pasar swalayan Berastagi di Medan tidak menjajakan jambu madu bukan karena mahal. Sigit Triatman, manajer divisi pangan segar, buah, dan sayuran, mengatakan jambu madu tidak tersedia lantaran tidak ada pasokan. Kalau pun ada, paling 1—2 hari kemudian hilang lagi selama 2—3 pekan. Padahal, permintaan buah itu cukup tiggi, mencapal 500 kg, tetapi habis dalam 2—3 hari.
Tatang Halim, pemasok buah di Muara karang, Jakarta Utara, mengatakan tidak menyediakan buah jambu di kios di Jakarta antara lain karena warna dan bentuk tidak standar. Ia pernah menemukan jambu berpenampilan hampir sama mempunyai nama berbeda: kristal jade, jade rose, dan madu deli hijau. Itu membingungkan konsumen,” kata Tatang Halim, Vendri Tri Susanto dan PT Laris Manis Utama, belum memasukkan jambu air sebagai salah satu komoditas yang diniagakan lantaran harganya mahal.
Dengan beragam keunggulan itu wajar bila jambu madu kini menjadi buah bibir. Banyak calon pekebun melirik komoditas itu. Buktinya permintaan bibit cenderung meningkat. Sunardi menjual 1.500—2.000 bibit setinggi 30—40 cm per bulan. Volume penjualan meningkat tajam saat permintaan dan daerah masuk. Sunardi mengirim lebih dan 5.000 bibit ke Tangerang dan Bekasi pada pertengahan 2013. Jika populasi per ha mencapai 1000—1.100 tanaman pot, maka penjualan itu setara Rp 25.000.000. Adapun Shodikin menjual hingga 1000—1.500 bibit per 3—4 bulan.
Pemerintah daerah iuga turut mengembangkan jambu madu. Walikota Binjai Muhammad Idaham dan Kepala Dinas Pentanian Edy Gunawan gencar mempromosikan keunggulan jambu itu. Program Pentanian Perkotaan Kota Binjai itu pun mendapat Pasar akan merespons usai buah jambu berkualitas bagus. Respon dan Kementerian Pertanian dengan menyumbang 15.000 bibit jambu madu bagi masyarakat. Tercatat 9 kepala daerah serentak berkunjung ke Binjai dan tertarik menerapkan pertanian perkotaan di daerahnya masing-masing. Para pekebun jambu madu itu pada umumnya menanam di pot Menurut Sobir mengebunkan tanamen buah dalam pot memerlukan perawatan lebih intensif dlbandingkan penanaman di tanah.
Cara itu blasa diterapkan pada komoditas pertanian berharga mahal’ ujar peneliti buah dan Pusat Kajian Hortikultura Tropika (PKHT) itu. la menuturkan sejatinya menanam dalam pot itu solusi untuk bertanam di lahan sempit dan mudah dirawat. Bila perawatan tabulampot baik, tanaman bertahan hingga 10 tahun. Meski begitu, pekebun tetap berpeluang untung bila mengebunkan jambu madu di tanah. Penanaman di tanah produktivitas sebetulnya lebih tinggi, 100—200 kg per pohon umur 6—7 tahun per musim, itu 3 kali lipat dibanding penanaman di pot Namun, tingkat kemanisan buah lebih rendah dan bertekstur kurang renyah. Selain itu warnanya lebih pucat, tidak semenarik bila ditanam di pot, Pantas bila pekebun jambu deli kini lebih memilih penanaman di pot yang mendatangkan rupiah.
(Syah Angkasa/Pellput: Andan Titisari, Bondan Setyawan, & Riefza Vebriansyah).
0 komentar: