Aan Subhan dan Rudi
Subyahdo keduanya tak saling kenal—menempuh jalan yang lama untuk mendongkrak
produksi padi. Aan Subhan, petani di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, sedangkan
Rudi Subyahdo di Kabupaten Malang, Jawa Timur. Mereka mengatur jarak tanam, menanam
bibit berselang-seling, yakni 2 baris tanam dan 1 baris kosong, begitu
seterusnya. Jarak antara baris tanam dan baris kosong 40—50 cm. Sementara jarak
antar baris tanam 20 cm dan jarak antar bibit dalam satu baris 12,5—15 cm.
Produksï Jajar egowo tingkatkan produksi padi dan meminimailsir serangan hama dan penyakit.
Teknologi tu berbeda
dengan cara tanam padi konvensional. Petani lazim membudidayakan padi berjarak
tanam 25 cm x 25 cm. Hanya dengan mengubah jarak tanam, kedua petani tu
memperoleh hasil membubung. Pada Mei 2014 itu Aan Subhan panen 9 ton gabah
kering giling (GKG) dari lahan 1 ha. Sebelumnya Aan Cuma memetik rata-rata 7,5
ton dari lahan yang sama. Adapun produktivitas padi milik Rudi Subyahdo
meningkat menjadi 10 ton, sebelumnya 6 ton per ha.
Panen meningkat
Menurut peneliti di
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat, Drs Muhammad Iskandar lshaq
MP, pola tanam berselang itu sohor dengan nama sistem jajar legowo alias jarwo.
Penemu jajar legowo yaitu
Ir Sadeli Suiyapermana dan Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi),
Subang, Jawa Barat. Iskandar mengatakan, “Sebetulnya jajar legowo itu kearifan
lokal petani.” Sadeli meneliti jajar legowo setelah melihat cara budidaya padi
di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Pada 1994 sistem jajar legowo mulai
diperkenalkan dalam skala kecil. Lalu pada 1995 sistem itu mulai meluas.
Menurut peneliti di BB Padi, Dr Ir Priatna Sasmita MSi, kelebihan sistem jajar
legowo antara lain peningkatan populasi menjadi 213.300 tanaman, semula 160.000
tanaman per ha atau 33,31%. Peningkatan populasi itu menyebabkan produktivitas
meningkat “Sistem jalar legowo meningkatkan hasil panen hingga 18,7%,” kata
Iskandar. Bahkan peningkatan produksi 20% dan 67% memungkinkan seperti yang Aan
dan Rudi alami.
Drs Muhammad Iskandar Ishaq MP “Mesin tanam padi salusi mengatasi tenaga tanam dengan sistem jajar Iegawo”
Priatna mengatakan
sistem jalar legowo dikembangkan untuk mendapatkan efek tanaman pinggir.
Lazimnya rumpun padi di dekat pematang memberikan hasil lebih tinggi ketimbang
yang di tengah lahan. Sebab, tanaman di tepi pematang mendapat penyinaran
bagus. Dampaknya, Proses fotosintetis berlangsung sempurna dan bulir padi yang
dihasilkan lebih banyak,” kata Priatna. Dengan sistem jajar legowo petani
mengondisikan rumpun tanaman berada di bagian pinggir lantaran ada jarak
pemisah.
Akibatnya sinar
matahari yang optimal dengan sistem jalar legowo juga mempengaruhi iklim mikro
sehingga kelembapan dan suhu menjadi baik serta bagus untuk pertumbuhan padi.
Iklim mikro yang terkontrol juga bisa menekan hama dan penyakit. “Setelah
menggunakan sistem jalar legowo serangan hama dan penyakit di lahan menurun
hingga 40%,” kata Aan.
Priatna menyebutkan selain jajar legowo 2 : 1, ada juga
pola 3 : 1 atau 3 bariss tanam, 1 baris kosong dan 4 : 1 yakni 4 baris tanam, 1
baris kosong. Namun, Priatna menganjurkan untuk menggunakan pola 2 : 1. “Hasil
penelitian jajar legowo 2 : 1 memberikan hasil lebih tinggi karena semua rumpun
tanaman berada di pinggir,” ujar doktor Agronomi alumnus Institut Pertanian
Bogor itu. Iskandar juga sependapat dengan Priatna. Jajar legowo pola 3: 1 dan
4 : 1 jarang sekali digunakan karena tidak memberikan hasil panen yang
signifikan dengan sistem konvensional. Menurut Iskandar penerapan jarak tanam,
baik dalam barisan maupun antar barisan menyesuaikan kesuburan tanah dan
ketinggian tempat.
Kesuburan lahan
Semakin subur tanah,
maka jarak tanam yang diterapkan semakin lebar. Sebab semakin subur tanah,
kemampuan akar menyerap zat hara semakin Iuas. Indikator tanah subur yaitu
banyak mengandung bahan organik melalui pengukuran. Selain itu, babandotan
Agerotum conyzoides juga indikator tanah subur. Babandotan tidak tumbuh di
tanah yang miskin hara,” kata pria kelahiran Jakarta itu. Jenis tanah yang
tergolong subur antara lain aluvial dan latosol. Pun demikian dengan ketinggian
tempat. Semakin tinggi tempat, jarak tanam juga semakin lebar. Pasalnya semakin
tinggi tempat, maka intensitas sinar matahari semakin berkurang Dengan jarak
tanam lebar semua tanaman terkena sinar matahari. Jarak tanam lebar adalah
baris tanam dan baris kosong terpisahkan jarak 60 cm.
Sementara jarak
antar baris tanam 30 cm dan jarak antar bibit dalam satu baris 15—20 cm. Selain
pola tanam, varietas padi juga mesti menyesuaikan antara tanah subur dan kurang
subur. Dengan begitu peningkatan hasil juga optimal. Di tanah subur, Iskandar menyarankan
petani menggunakan padi
berciri memiliki anakan banyak dan batang tegak seperti Inpari 4 dan Inpari 10.
Sementara di tanah kurang subur sebaiknya menggunakan Inpari 13 yang anakannya
sedikit. Menurut Iskandar untuk wilayah Jawa Barat jarak antar bibit dalam satu
baris yang ideal 15 cm. Jika kurang dan 15 cm jarak tanaman masih terlalu rapat
sehingga hama dan penyakit mudah menyerang. Akibatnya pertumbuhan tanaman
terganggu.
Peluang untuk
meningkatkan produksi juga melalui penggunaan bibit muda berumur 10—20 hari.
“Itu umur bibit ideal karena bisa beradaptasi baik saat di lahan,” kata
Iskandar. Jika bibit terlalu muda rentan terserang keong emas. Sementara jika
bibit terlalu tua terlalu peka dengan kondisi lingkungan. Misal jika akar
tercabut saat pindah dari persemaian ke lahan membuat tanaman lambat tumbuh.
Menurut lskandar aplikasi jajar legowo di Jawa Barat relatif lamban.
Penyebabnya tenaga kerja yang enggan menanam jajar legowo karena populasinya
lebih bnyak dan belum terbiasa dengan sistem itu,” kata Iskandar.
Mesin piawai
Petani memang
menghadapi kendala jika hendak menerapkan sistem jajar legowo, yaitu tenaga
kerja. Aan kesulitan mencani tenaga kerja yang mengerti cara menanam padi
sistem jajar legowo. Kebanyakan mereka sudah sepuh. Sementara generasi muda
enggan terjun ke sawah. “Mereka lebih memìlih bekerja sebagai tenaga kerja
wanita di Taiwan,” kata pria yang menerapkan jajar legowo sejak 2011 itu.
Petani padi di Nganjuk, Jawa Timur, Nugroho Santosa, menghadapi masalah sama.
Setiap musim tanam tiba, Nugroho mesti mencari 16 tenaga harian untuk menanam
bibit padi.
Kini kendala yang
Aan dan Nugroho hadapi bakal teratasi. Sebab Balai Besar Pengembangan
Mekanisasi Pertanian (BBP Mektan) Serpong, Tangerang, Provinsi Banten,
menghasilkan produk teranyar berupa mesin tanam padi Indo Jarwo Transplanter.
Menurut Seksi Pemberdayaan Hasil Perekayasaan, Tri Saksono SP, mesin itu
mempercepat waktu dan menurunkan biaya tanam. Lazimnya Aan memerlukan 10—15
orang untuk
menanam bibit di
lahan 1 ha selama 6 jam. Aan mengupah mereka Rp1-juta. Jika petani menggunakan
mesin tanam itu hanya memerlukan 1 tenaga kerja dan penanaman bibit selesai
dalam 6—7 jam. Alat itu pertama kali diperkenalkan ke masyarakat saat Pekan
Nasional Kontak Petani Nelayan Andalan di Kabupaten Malang, Jawa Timur, Juni
2014. Kehadiran Indo Jarwo Transplanter menarik minat pengunjung. “Antusias
pengunjung pameran tinggi,” ucap Tri. Saat ini alat itu belum beredar di
petani. Meski begitu 12 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) seperti
Sumatera Selatan, Banten, dan Kalimantan Timur menguji coba alat itu dan
mendapat respon positif.
Sejak Mei 2012
Nugroho menggunakan mesin tanam padi yang irit waktu dan tenaga kerja, yakni
mesin Transplanter SPW-48C produksi PT Kubota Indonesia. Nugroho mengeluarkan
total ongkos menanam Rp750.000 untuk sewa alat. Biaya itu termasuk Rp40.000
untuk pembelian bahan bakar. Jika penanaman manual, ia harus mengeluarkan total
Rp2,4-juta. Artinya penggunaan mesin ìtu menghemat biaya tenaga kerja hingga
Rpl,65-juta. Faisal Yulyanto, anggota staf pemasaran PT Kubota Indonesia
mengatakan keunggulan mesin tanam padi Transplanter SPW-48C yaitu pada
efisiensi waktu dan tenaga kerja. Mesin berbahan bakar bensin itu menanam padi
di lahan 1—2 ha dalam sehari. Bandingkan jika menggunakan tenaga manusia yang
membutuhkan 10—20 orang untuk lahan yang sama. Waktu pengerjaan dengan mesin
pun lebih singkat yaitu 6 jam, sedangkan dengan tenaga kerja menghabiskan 1—2
hari.
Mesin itu “menanam”
bibit berjarak permanen ke samping 30 cm. Sementara petani bisa mengatur jarak
antar tanaman antara 18 cm, 21 cm, 24 cm, dan 28 cm. Mesin menanam 3—7 bibit
padi berumur 21 hari sesuai kebijakan SRI per lubang tanam. Selain itu peranti
itu juga bisa menanam padi sistem jarwo dengan pola 4 1. Saat ini tersebar 100
mesin ke seluruh wilayah Indonesia. Menurut anggota staf pemasaran PT Kubota
Indonesia, Elphyson Tendanlangi, mesin berkekuatan 4,3 tenaga kuda itu mampu
bergerak 0,77 meter per detik. Dengan ukuran panjang 2,14 m, lebar 1,63 m, dan
tinggi 0,91 m, mesin itu memiliki 4 baris penanam bibit. Dengan bobot yang
terbilang ringan, hanya 160 kg, mesin itu mudah dibawa ke mana mana. Konsumsi
bahan bakarjuga rit, hanya 0,625 liter per jam atau 5 liter per ha. Dengan
bantuan mesin, menanam sistem jajar legowo menjadi mudah. (Rietza Vebriansyah/Peliput: Rosy
Nur)
0 komentar: